Menurut sejarahnya Kanji adalah huruf yang berasal dari Cina, masuk ke
Jepang sekitar abad ke 4-5, berjumlah kira-kira 50.000 huruf, kemudian
beberapa kanji dikembangkan menjadi hururf hiragana dan katakana
(Takebe, 1993).
Pada
waktu itu Cina berada di bawah kekuasaan Dinasti Kan. Maka dari itu
huruf berupa gambar-gambar tersebut dinamakan “Kanji”, yang artinya
“huruf negeri Kan”.
Sebelum
aksara kanji dikenal orang Jepang, bahasa Jepang berkembang tanpa
bentuk tertulis. Pada awalnya, dokumen bahasa Jepang ditulis dalam
bahasa Tionghoa, dan dilafalkan menurut cara membaca bahasa Tionghoa.
Sistem kanbun (漢文) merupakan cara penulisan bahasa Jepang menurut bahasa
Tionghoa yang dilengkapi tanda diakritik. Sewaktu dibaca, tanda
diakritik membantu penutur bahasa Jepang mengubah susunan kata-kata,
menambah partikel, dan infleksi sesuai aturan tata bahasa Jepang.
Meski
Jepang mengadaptasi Kanji dari Cina, namun tidak semua kanji yang ada
di jepang sama dengan kanjicina. Hal ini karena ada beberapa kanji yang
mengalami penyederhanaan bentuk. Selain itu, jumlah kanji yang ada di
Jepang tidak sebanyak yang ada di Cina. Pada tahun 1900 mulai muncul
pendapat untuk membatasi jumlah huruf kanji yang begitu banyak. Akhirnya
pada tahun 1981 ditetapkan daftar kanji yang memuat 1945 huruf kanji
yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada tahun 2010 terjadi
pembaharuan daftar kanji menjadi 2136 huruf kanji yang dipakai dalam
kehidupan sehari-hari.
Kanji
adalah salah satu jenis huruf yang dipergunakan dalam bahasa Jepang dan
mempunyai ciri tersendiri terutama dalam cara baca dan cara
penulisannya. Karena itu kanji sering disebut sebagai huruf yang sangat
sulit untuk dipelajari namun demikian kanji merupakan salah satu huruf
yang sangat penting dalam bahasa Jepang karena setiap huruf menyatakan
arti.
Di dalam bahasa Jepang kaya sekali akan kosa kata yang memiliki
ucapan yang sama, tetapi dengan adanya kanji maka kesalahan pahaman
pengertian dapat dihindari. Takebe (1982) menyebut huruf kanji termasuk
Hyoo i moji (表意文字), karena setiap huruf menyatakan arti.
Bagi orang
Jepang sendiri, apabila ia melihat kanji sepintas lalu meskipun ia belum
mengetahui arti sebenarnya dan cara bacanya dari kanji yang ia lihat,
tetapi secara sepintas ia dapat dengan mudah memahami arti kata yang
dimaksud. Lebih lanjut Takebe menekankan bahwa dalam penggunaan kanji,
kita tidak dapat sembarangan tetapi harus mengutamakan pada arti
masing-masing kanji, karena hal tersebut sangat menentukan arti kanji
yang dimaksud.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, Takebe menambahkan bahwa suatu hal yang
unik dan penting di dalam kanji adalah di dalam setiap kanji memiliki 3
unsur dasar yaitu 音、形、義 (on, kei, gi = bunyi, bentuk dan arti),
unsur-unsur ini tidak dimiliki dalam huruf lain, terutama huruf alfabet
yang termasuk dalam hyoo on moji.
Telah banyak diakui oleh pembelajar
bahasa Jepang dan tidak sedikit yang merasakannya bahwa Kanji adalah
bidang yang sulit dipelajari dalam bahasa Jepang, terutama oleh para
pembelajar bahasa Jepang yang tidak memiliki latar belakang “budaya
kanji”, yang dalam bahasa Jepang disebut hikanjiken (非漢字圏), hal tersebut
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya adalah cukup banyak jumlah
kanji yang harus diingat, cara baca kanji yang bervariasi, hitsujun (筆順 =
cara menuliskannya)yang harus diperhatikan betul, serta pengetahuan
kanji yang meliputi bushu (部首 = bagian kanji yang menentukan arti)serta
rikusho (六書 = pembentukan dan pemakaian kanji).