Musashi adalah sebuah novel fiksi karya Eiji Yoshikawa yang bercerita
mengenai Miyamoto Musashi, pengarang buku Buku Lima Cincin (五輪書Go Rin No
Sho) yang mungkin adalah pendekar pedang (samurai) Jepang paling
terkenal yang pernah hidup. Di Jepang, kisah ini pertama kali
diterbitkan dalam bentuk serial di surat kabar Jepang Asahi Shimbun pada
tahun 1935-1939 dan dibukukan dalam pada 1980-an.
“Nama
saya Musashi, saya adalah seorang pengembara yang sedang mencari jalan
kesatria” begitulah perkataan yang sering diucapkan oleh pemuda Musashi.
Seorang samurai “ronin” legendaris dizamannya yang menapaki jalan
pedang, ingin menjadi yang terkuat.Mengembara keseluruh pelosok Jepang
sambil menempa diri dalam seni Kenjutsu & Bushido (seni menggunakan
pedang) & (seni kesatria).
Tokoh
Musashi ini diangkat menjadi centre tokoh di novel MUSASHI karya Eiji
Yoshikawa. Dan merupakan karya sastra yang layak diacungi jempol, karena
sang pengarang mengangkat budaya Jepang, perilaku sosial, seni beladiri
Jepang terutama pada jaman Shogun. Sehingga novel MUSASHI ini bukan
cerita silat, tapi lebih merupakan novel sosial dengan bumbu-bumbu seni
beladiri dan intrik kekuasaan.
Musashi
sebelumnya adalah prajurit yang desersi saat perang besar Sekigahara
karena berpihak pada tokoh yang kalah. Berubah menjadi biang onar
selanjutnya mendapatkan pencerahan dari seorang rohaniawan, Takezo. Maka
beralih namalah Yang awalnya Takezo menjadi Miyamoto Musashi atau
Musashi.
Berikutnya
dimulailah perjalanan Musashi menjadi “ronin” (samurai tak bertuan;
biasanya samurai mengabdikan dirinya pada seorang tuan). Dan mulailah
penempaan diri Musashi dalam jalan Bushido, menempa diri dalam
kedisiplinan militer dan seni pedang yang ketat serta semangat melayani,
seperti halnya seorang samurai berjiwa Bushido.
Seperti
halnya dalam cerita-cerita silat, adalah lumrah saat itu dalam “dunia
persilatan” untuk saling bertarung dalam sebuah tantangan resmi untuk
saling menguji kemampuan. Dan Musashi muda ini pun melakukan hal yang
sama, atas dasar ingin membuktikan kekuatan dirinya sendiri. Akhirnya
sederetan pertarungan dilaluinya. Mulai dari menjajal ilmu tombak
Hozoin, ilmu pedang Yagyu Shinkage-ryu, ilmu pedang Yoshioka Kempo, seni
beladiri tongkat Gonosuke sampai teknik senjata rantai-sabit Sasado
Baiken.
Pertarungan
demi pertarungan yang mempertaruhkan nyawa akhirnya memberikan
“pencerahan” kepada diri Musashi untuk lebih bijak, tenang dalam
menyikapi hidup. Dan gelar ambisius untuk menjadi TERKUAT didaratan
Jepang perlahan sirna, karena Musashi menyadari makin kuat mengejar
cita-cita Terkuat, lambat laun akan menghancurkan dirinya atau
orang-orang lain, Filosofi “Di Atas Langit Ada Langit” betul-betul
dirasakan oleh Musashi setelah melewati sederetan pertarungan maut.
Sampai
setelah berhasil mengalahkan rival terkuatnya, Sasaki Kojiro, Musashi
akhirnya “menggantungkan” pedang katana-nya . Selanjutnya lebih
memfokuskan diri dengan Zen, kaligrafi dan menjadi pelatih seni
beladiri.
Membaca
novel Musashi karya Eiji Yoshikawa ini selain membaca pola pikir
seorang Samurai, juga seakan diajak menyusuri daerah alam Jepang serta
kota Kyoto di era Shogun, abad ke 16. Seni beladiri Jepang saat itu
merupakan suatu ketrampilan yang dapat menunjukkan status sosial
seseorang terutama dari golongan Samurai. Pedang Katana, Wakizashi,
Tombak merupakan senjata yang sudah menjadi “mainan” seorang Samurai
yang terus melatih ilmu kemiliteran secara disiplin dan konsisten.
Semangat
juang pantang menyerah, menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria,
keberanian walaupun terkadang ada juga kelicikan manusia yang digerakkan
oleh ketamakan dan kekuasaan.
Tokoh
Musashi Miyamoto ini adalah tokoh Samurai yang nyata, yang memiliki
keterampilan memainkan dua pedang (pedang panjang-Katana dan pedang
pendek-Wakizashi), berbeda dengan samurai lain yang biasa memainkan satu
bilah pedang Katana saja.Keunikan Musashi ini serta gaya keterampilan
seni pedangnya yang kontemporer dan inovatif memberikan dirinya
keuntungan saat harus menghadapi banyak lawan atau lawan yang lebih
kuat.
Dimasa
tuanya sebagai seorang praktisi bela diri dan seni pedang, Musashi
menulis sebuah buku “Go Rin No Sho” (Kitab Lima Unsur/Lima Cincin). Yang
isinya merincikan strategi-strategi sebuah pertarungan dan filosofi
seni pedang. Konon kabarnya Go Rin No Sho ini setara dengan The Art Of
War, Sun Tzu yang telah begitu melegenda dari daratan Tiongkok.
Buku
Novel MUSASHI ini konon sering dijadikan salah satu literatur untuk
memahami budaya Jepang serta nilai-nilai yang dianut masyarakat Jepang
dalam kancah persaingan. “Di Atas Lagit Ada Langit”